Incarnadine merupakan sebutan untuk warna daging atau oleh shakespeare menggunakannya sebagai sebuatan warna pada merah darah. Sebenarnya, aku agak tidak tega menceritakan peristiwa yang berhubungan dengan incarnadine. Tapi tidak lengkap rasanya jika cerita itu hanya berisi, hal-hal yang terlihat menyenangkan saja. Hidup itu penuh dengan warna. Ya, termasuk incarnadine.
Ada hal-hal yang terkadang terjadi, mungkin tidak kita harapkan, tapi memiliki hikmah pelajaran bagi kita. Siapa bilang kalau hidup kita akan aman-aman saja dan tidak pernah terjadi sesuatu yang menyakitkan. Jatuh, terkilir, kesleo, atau bahkan hanya sekedar tergores. Rasa sakit membuat seseorang berhati-hati dalam melakukan sesuatu.
Warna yang muncul ketika salah seorang siswa planet Bumi mimisan. Itu juga pertama kali aku menangani anak mimisan. Dalam waktu yang lainnya, anak Bumi sedang main gendong-gendongan. Lalu keduanya jatuh. Malangnya, anak yang depan jatuh dengan posisi yang tidak siap. Akhirnya bibirnya mencium tanah yang sudah disemen.
Warna incarnadine itu keluar dari luka robek bibir atas bagian depan. Beruntungnya, lukanya tidak terlalu dalam. Tentu saja jerit tangis mengelegar. Warna incarnadine itu mengucur dan tidak mau berhenti. Bu Guru panik, karena darah begitu banyak. Tentu saja hal pertama yang harus dilakukan adalah menghentikan pendarahannya. Tak kusanngka membersihkan luka seperti itu akan sedikit membuat kerepotan apalagi jika korbannya terus menjerit-jerit.
Incarnadine, warna yang menyakitkan. Tapi seorang yang mengalaminya akan mengingatnya dan belajar darinya. Bahwa ada beberapa hal yang aman dilakukan dan tidak aman untuk dilakukan, hingga kadang orang tua kita cerewet memarahi kita. Kita tahu bahwa terkadang kasih sayang tidak selalu ditunjukkan dengan sikap lemah lembut saja.
Warna incarnadine mengajari kita tentang pentingnya menjaga amanah Tuhan berupa anggota tubuh yang lengkap. Rasa sakit yang terkadang bisa membuat kita bersyukur.
0 comments: